Rabu, 20 Februari 2013

Curhatan : Perubahan, Perlukah?



Assalamu’alikum wr wb

Halo, apa kabar? Sehat kan? Okesip kalau gitu.
*Ini ciri khas dari postingan saya yah, pasti nanya kabar. Padahal udah tahu kalau pada sehat wal afiat. Hehehe*

Kali ini saya akan posting hal yang memang terinspirasi dari diri saya sendiri. Agak berat sebenarnya untuk menurunkan tulisan ini *eciyeee, bahasa-nya sudah seperti penulis kelas kakap, :)*. Tapi saya rasa, saya berhak untuk mengeluarkan pendapat ini. Kan di UUD juga telah diatur, bahwa ‘setiap warga Negara berhak mengeluarkan pendapat’. Etapi pasal berapa ya ini? Pasal 28 ya? Lupa #eh

Jadi sebenarnya (mungkin) tulisan ini akan lebih banyak mengarah pada curhatan saya saja. Sedikit berbagi tentang ‘perubahan’ seperti yang saya tulis di judul diatas. Hmm, tulisan serius ini muj? Enggak sih, dibawa enjoy saja. Akan lebih natural kalau kita bawa dengan se-mengalir-nya. Seperti aliran air di sungai nan bening berkilauan terkena sinar mentari :) *halah*

Jadi begini. Memang saya akui, mulai kemarin (atau kemarinnya lagi ya?), saya mulai membatasi diri untuk tidak terlalu ‘heboh aktif’ di twitter. Asal muasal-nya sih dari diri sendiri untuk begitu. Jadi tidak ada tendensi apa-apa.
Masih ingat dengan twit saya tentang, ‘ingat umur, masih banyak hal di luar sana yang mesti dilakukan’? Nah ini adalah benang merahnya.
Aselinya, twit-twit saya yang model begini, untuk diri saya sendiri lho. Tidak pernah saya meng-tag atau me-mention untuk orang lain. Yah beda kalau orang lain itu merasa sendiri. Tapi ciyus, twit itu untuk saya sendiri pribadi. Dan biasanya sih, pas lagi bolong ngetwit beginian.
Pengalaman pernah mencambuk saya terkait kebiasaan ngetwit yang ‘sembarangan’ di waktu dan tempat yang tidak semetinya. Termasuk konten twit yang saya kicaukan.

Alkisah, saya sering sekali ngetwit di luar kontrol. Dan parahnya di jam-jam produktif. Yah, waktu itu saya berpikir, ‘enggak apa-apa kali ya, lagian kan ini hape saya sendiri, pake pulsa saya sendiri bla bal bla’. Dan alasan-alasan lain yang bercengkerama di otak saya. Saking parahnya, hingga kadang pekerjaan yang semestinya selesai, jadi sedikit terbelangkalai. Tapi perlu dicatat ya, saya enggak menyalahkan media sosial berlambang burung ini. Trus siapa yang salah muj? Saya! Ya, saya sendiri yang salah. Tidak bisa mengelola waktu dengan baik. Dan hal yang membuat saya kalang kabut adalah ketika ada pekerjaan yang sampai ditanyakan oleh atasan / rekanan. Sumpah, malunya gak ketulungan. Nah, ini dasar pertama.

Setelah lama saya merenung dan memikirkan, ternyata memang saya harus melakukan perubahan. Ya! Sebuah perubahan yang bisa membuat saya lebih baik. Perubahan yang membuat saya tidak terlalu addict to tweet. Sempat saya berpikir untuk menutup akun itu.
Lha trus kenapa gak dilakukan muj? Ya, setelah dipertimbangkan, ada rasa sayang kalau harus menutup akun itu. Untuk mendapatkan 190 followers itu sulit sekali. Harus banting tulang dan memeras keringat *halah!*. sehingga akhirnya, saya putuskan untuk tetap ngetwit tapi dengan ‘catatan’.

Alhasil, beberapa hari setelah pemikiran tersebut diatas mengangga di sanubari, muncullah beberapa twit tentang hal-hal berbau Islami, yang ditwitkan oleh sahabat saya. Dari situ muncullah di benak saya, ‘untuk melengkapi perubahan yang akan saya lakukan, kenapa enggak sekalian perbaiki diri secara keagamaan?’. Jujur saya katakan, saya juga manusia biasa yang tak luput dari dosa dan khilaf.
Dari sinilah, saya belajar untuk menjadi lebih baik. Saya awali dengan mem-follow beberapa akun konten Islami atas saran sahabat saya itu. Dan, Alhamdulillah kok asyik juga ya. Ada rasa berbeda ketika membaca twit-twit menyejukkan dari akun Islami tersebut. Walaupun disisi lain ada perih yang teramat sangat, karena mengingat hal-hal yang bertentangan. Hmmm, sungguh ironis memang. Sebagai orang yang belum benar-benar bisa mengamalkan syariah.
Nah, dari sinilah saya mulai melakukan penjajakan diri. Mampukah saya? Bisakah saya menjadi lebih calm? Lebih wise? Tidak liar, vulgar, dan frontal dalam ngetwit? Dan bisakah saya mengaplikasikannya ke dalam sendi-sendi kehidupan saya sekarang dan untuk selanjutnya?

Tidak lama kemudian, saya mulai ngetwit dengan bahasa-bahasa yang lebih sopan (dan formal). Dan sesekali meRetwit twit akun Islami., yang biasanya berisi Hadist Nabi. Mengapa? Ya karena ingin mengurangi dampak efek becanda yang kelewat batas. Selama ini saya merasa dalam ngetwit suka ngawur. Dan entah sengaja atau tidak, (mungkin) itu menyinggung perasaan orang lain. Ya, sebenarnya gak tau sih, tapi hanya merasa saja seperti itu.

Tapi apa bercanda itu gak boleh muj? Ya boleh-boleh saja. Siapa yang melarang bercanda. Cuma mungkin dalam hal kuantitas ya harus dibatasi. Masak iya, sepanjang hidup hanya diisi bercanda terus. Kemudian saya juga beberapa twit menyenggol masalah ghibah. Check by check, saya browsing dan browsing, ternyata memang ghibah itu bagian dari yang dilarang. Entah ghibah yang benar ataupun salah. Saya sendiri sih belum ngerti benar apa itu ghibah. Tapi secara umum, menurut pemahaman saya, ghibah itu membicarakan orang. Mungkin bisa dicheck disini. Atau disini.
Meskipun demikian, ada beberapa macam ghibah yang diperbolehkan. Lho? Iya, coba buka link ini.

Etapi kan konteks-nya hanya becanda. Gak boleh juga? Saya sendiri sih kurang tahu ya. Coba ditanyakan di ustad/ustadzah masing-masing. Yang jelas, kalau menurut saya, bercanda sih boleh saja. Seperti yang saya tuliskan diatas. Tapi ya itu tadi, ditanyakan saja ke pribadi masing-masing.

Perubahan yang saya lakukan ini ternyata tidak segampang membalikkan tangan. Memang dalam kesehariannya, saya belum maksimal dalam menjalankannya. Tapi di akun twitter, saya sudah memulainya. Berusaha untuk tidak ngetwit tentang ‘membicarakan’ orang dan menjawab mention dengan bahasa yang baik dan sopan. Walupun tidak se-EYD ya. Jangan dibayangkan begitu. Nanti ada yang tanya, ‘itu twit apa pidato?’ Kan gak lucu juga kalau begitu, :).
Yah walaupun sulit sih. Tapi yang penting telah berusaha. Mungkin sesekali boleh ya, dengan catatan membicarakan prestasi atau keunggulan orang. Dengan niat, agar menjadi inspirasi buat saya. Dan saya merasa proses ini cukup menyenangkan. Menjadi pribadi yang lebih bijak. Dan (mungkin) menginspirasi. Ya kali aja gitu.

Dan disinilah terjadi kesalahpahaman dan terjadi perbedaan persepsi. Apa yang saya twit-kan, diartikan berbeda dengan apa yang saya maksudkan. Apalagi ketika saya ngetwit tentang ‘ajakan untuk menjalankan ibadah’ misalnya. Apa tidak boleh, sesama muslim mengingatkan untuk menjalanan ibadah? Bukankah kewajiban sesama muslim untuk saling mengingatkan? Siapa tahu ada yang belum mengerjakan.
Tapi ya diambil sisi positif-nya saja sih. Mungkin twit-twit seperti itu bukan ditujukan kepada saya. Ya memang bukan. Karena tidak ada mention ke saya. Gimana sih kamu muj? GR amat sih? Oiya ding, hehehe. Maaf ya, mungkin terlalu excited saya dalam menjalankan proses ‘perubahan’ ini. Tapi semua kembali ke pemahaman masing-masing pribadi. Saling menghargai dan menghormati satu sama lain akan jauh lebih menyenangkan dan menentramkan. Dan setiap pribadi berhak menentukan jalannya masing-masing, Life is A Choice.

Dan secara pribadi sih sebenarnya tidak tersinggung sama sekali dengan twit-twit yang seolah-olah mem-parodi-kan proses saya ini. Bahkan, kadang saya malah tersenyum melihat dan membacanya. Walaupun juga belum tentu, twit tersebut ditujukan ke saya. Tapi saya malah senang, entah sadar atau tidak, sedikitnya telah membuat orang lain berpikir tentang apa yang saya lakukan itu. Nah masalah mau mengikuti langkah saya atau malah mencibir saya, itu urusan masing-masing. Ya monggo saja. Apapun yang terjadi, saya tetap akan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, baik dalam perkataan (termasuk ngetwit), tingkah laku dan perbuatan. Semoga Alloh selalu memberi hidayah pada kita untuk selalu berbuat ‘lebih’ baik lagi, di segala bidang. Amin.

Terakhir, saya simpulkan ya. Hmmm, anggap saja ini tulisan ilmiah, jadi perlu kesimpulan :) : Bahwa saya tetap akan ngetwit, walaupun tak sebanyak yang dulu. Tentu dengan bahasa yang sopan. Dan sebisa mungkin tidak ghibah (membicarakan orang), kecuali ghibah yang baik. #eh :). Sesekali #loh?. Ya gitu deh.
Jadi sekalian minta maaf saja bagi yang tidak berkenan ya. Sebenarnya inilah maksud saya, bukan mau riya atau sombong. Hadist Nabi mengatakan, sombong adalah bagian dari hal yang menutup hati. Dan sesungguhnya, hati yang tetutup akan sulit menenrima kebenaran. Jadi, mari kita instropeksi diri masing-masing. Ini ajakan ya, bukan ‘menyombongkan’.
Sekali lagi, hidup itu pilihan. Dan hanya diri kita sendirilah yang bisa menentukan. Untuk kita, oleh kita. Dan sebagai bahan perenungan, silakan  klik ini ya. dan ini juga ya

sebagai bonus, mari kita dendangkan satu lagu penyemangat ini : 

 
Semoga bermanfaat. #WithLove
Jazakumulloh khoiran katsiro.
Wassalamu’alaikum wr wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar